Sistem Politik adalah berbagai macam kegiatan dan proses dari struktur
dan fungsi yang bekerja dalam suatu unit atau kesatuan (masyarakat/negara) atau
dengan kata lain sistem politik juga berarti mekanisme seperangkat fungsi atau
peranan dalam struktur politik dalam hubungan satu sama lain yang menunjukan
suatu proses yang langsung memandang dimensi waktu (melampaui masa kini dan
masa yang akan datang).
Seperti yang kita ketahui sendiri bahwa Indonesia telah banyak menganut sistem
politik misalnya : sistem politik pada masa pemerintahan orde lama, orde baru
dan pada masa era reformasi. Saat ini kita akan membahas tentang sistem politik
pada masa era reformasi.
Sistem Politik Pada Era
Reformasi
Sistem
politik pada era reformasi biasa diuraikan sebagai berikut :
- Penyaluran tuntutan – tinggi dan terpenuhi
- Pemeliharaan nilai – Penghormatan HAM tinggi
- Kapabilitas –disesuaikan dengan Otonomi daerah
- Integrasi vertikal – dua arah, atas bawah dan bawah atas
- Integrasi horizontal – nampak, muncul kebebasan (euforia)
- Gaya politik – pragmatic
- Kepemimpinan – sipil, purnawiranan, politisi
- Partisipasi massa – tinggi
- Keterlibatan militer – dibatasi
- Aparat negara – harus loyal kepada negara bukan pemerintah
- Stabilitas – instabil
Era Reformasi atau Era Pasca
Soeharto di Indonesia disebabkan karena tumbangnya orde baru
sehingga membuka peluang terjadinya reformasi politik di Indonesia pada
pertengahan 1998, tepatnya saat Presiden Soeharto mengundurkan
diri pada 21 Mei 1998 karena adanya wacana suksesi yang sengaja dibuat
oleh Amien Rais untuk menjatuhkan rezim Soeharto dimana didalamnya terdapat
tuntutan untuk melakukan reformasi dan juga desakan dari parlemen beserta
mendurnya beberapa menteri dari kabinet saat itu. sehingga bangsa Indonesia
bersepakat untuk sekali lagi melakukan demokratisasi, yakni proses
pendemokrasian sistem politik Indonesia dimana kebebasan rakyat terbentuk,
kedaulatan rakyat dapat ditegakkan, dan pengawasan terhadap lembaga eksekutif
dapat dilakukan oleh lembaga wakil rakyat (DPR).
Setelah Soeharto mundur maka BJ. Habibie
kemudian dilantik sebagai presiden menggantikan presiden Soeharto dan segera
membentuk sebuah kabinet. Salah satu hal yang dilakukan oleh Habiebie saat itu
adalah mepersiapkan pemilu dan melakukan beberapa langkah penting dalam
demokratisasi, seperti : mengesahkan UU partai politik, UU susunan dan
kedudukan MPR, DPR, dan DPRD. Dan hal yang dilakukan oleh Presiden Habibie yang
lain adalah pengahapusan dwifungsi ABRI sehingga fungsi sosial-politik ABRI
dihilangkan.
Demokrasi di masa pemerintahan BJ. Habibie amat sangat terbuka luas,
namun demokrasi yang ditawarkan oleh presiden Habibie ini membuat masyarakat
Indonesia bebas untuk melakukan apapun dalam halnya berbicara, bertindak dan
melakukan kreativitas yang menunjang untuk dirinya sendiri, masyarakat serta
bangsa dan negara. Sehingga masyarakat Timor Leste seakan mendapatkan kebebasan
untuk memerdekakan tanah mereka yang selama ini hanya dimanfaatkan oleh
Soeharto dalam masa orde baru. Hal ini dikarenakan pada masa orde baru tidak
melakukan pembangunan apapun di tanah Timor Leste setelah hasil kekayaan mereka
dimanfaatkan oleh pusat sehingga memunculkan rasa ketidakadilan masyarakat
Timor Leste.
Penyebab ini yang akhirnya mengakibatkan rakyat
Timor Leste menginginkan untuk lepas dari NKRI. B.J Habibie selaku kepala
negara saat itu mengadakan jajak pendapat untuk kebaikan kedua belah pihak.
Timor Leste akhirnya lepas dari pangkuan ibu pertiwi. dan Seharusnya Pemeritah
melakukan terlebih dahulu Pembangunan nilai demokrasi yang diawali dari
pemerintahan saat itu guna menjaga dan mensosialisasikan nilai demokrasi
sebenarnya dan menggunakannya dengan benar.
Setelah masa Pemerintahan dari Bj.Habibie
maka masuklah pasangan Terpilih duet Abdurrahman Wahid-Megawati secara
legalitas formal telah lahir periode baru dalam sejarah perjalanan bangsa
Indonesia. Era Orde Baru telah dinyatakan berakhir dan digantikan Orde
Reformasi. Hadirnya Orde Reformasi seperti halnya awal-awal kebangkitan Orde
Lama dan Orde Baru rakyat menaruh harapan besar bahwa Orde Reformasi dapat
mewujudkan masyarakat adil dan makmur.
Pasangan Gus Dur-Megawati sebenarnya dinilai ideal dilihat dari aspek wawasan. Gus Dur adalah seorang santri tradisional yang memiliki wawasan kebangsaan yang tidak diragukan, sementara Megawati adalah seorang nasionalis yang juga memiliki wawasan Islam modern. Duet Gus Dur-Megawati lalu membentuk Kabinet Persatuan Nasional yang dilantik tanggal 28 Oktober 1999. Terlepas dari adanya kekecewaan karena dihapuskannya Departemen Penerangan dan Departemen Sosial, cabinet ini mendapat dukungan dari berbagai kalangan.
Dalam menjalankan pemerintahan, Abdurrahman Wahid mangalami banyak persoalan pada masa Orde Baru. Persoalan yang sangat menonjol adalah masalah korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), pemulihan ekonomi, masalah BPPN, kinerja BUMN, pengendalian inflasi, mempertahankan kurs rupiah, masalah jarinagn pengaman social (JPS), munculnya masalah disintegrasikan, konflik etnis dasar umat beragama, penegakan hokum dan penegakan hak asasi manusia (HAM).
Pasangan Gus Dur-Megawati sebenarnya dinilai ideal dilihat dari aspek wawasan. Gus Dur adalah seorang santri tradisional yang memiliki wawasan kebangsaan yang tidak diragukan, sementara Megawati adalah seorang nasionalis yang juga memiliki wawasan Islam modern. Duet Gus Dur-Megawati lalu membentuk Kabinet Persatuan Nasional yang dilantik tanggal 28 Oktober 1999. Terlepas dari adanya kekecewaan karena dihapuskannya Departemen Penerangan dan Departemen Sosial, cabinet ini mendapat dukungan dari berbagai kalangan.
Dalam menjalankan pemerintahan, Abdurrahman Wahid mangalami banyak persoalan pada masa Orde Baru. Persoalan yang sangat menonjol adalah masalah korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), pemulihan ekonomi, masalah BPPN, kinerja BUMN, pengendalian inflasi, mempertahankan kurs rupiah, masalah jarinagn pengaman social (JPS), munculnya masalah disintegrasikan, konflik etnis dasar umat beragama, penegakan hokum dan penegakan hak asasi manusia (HAM).
Belum genap 100 hari berkuasa dan belum
tuntasnya penyelesaian persoalan-persoalan peninggalan Orde Baru, pemerintahan
Gus Dur dihadapan pada persoalan-persoalan kebijakannya yang dinilai banyak
kalangan sangat controversial. Kebijakannya antara lain:
1.
Pencopotan Kapolri Jendral
Pol. Roesmanhadi yang dianggap sebagai orangnya Habibie.
2.
Pencopotan Kapuspen Hankam
Mayjen TNI Sudrajat yang dilatari oleh pernyataannya bahwa Presiden bukan
Pangganti TNI. Penggantinya adalah Marsekal Muda TNI Graito. Penggantian ini
cukup mengagetkan karena diambilkan dari TNI AU, yang selama 32 tahun terakhir
tidak pernah mndapatkan jabatan strategis di jajaran TNI.
3.
Pencopotan Wiranto sebagai
Menko Polkan dilatarbelakangi oleh hubungan yang tidak harmonis antara Wiranto
dan Gus Dur arena Gus Dur mengijinkan dibentuknya Komisi Penyelidik
Penyelanggara (KPP) HAM di Timor Timur
4.
Mengeluarkan pengumuman
tantang adanya menteri-menteri Kabinet Persatuan Nasional yang terlibat KKN.
Pengumuman ini sangat mempengaruhi kinerja kabinet. Tampak beberapa menteri
merasa sulit melakukan koordinasi di antaranya Laksamana SDukardi dan Kwik Kian
Gie. Mereka kesulitan melakukan koordinasi dengan Memperindag Jusuf Kalla yang
menghadapi tudingan KKN.
5.
Gus Dur menyetujui nama Papua
sebagai ganti Irian Jaya pada akhir Desember 1999. Gus Dur bahkan menyetujui
pula pengibaran bendera Bintang Kejora sebagai bendera Papua. Atas kebijakan
yang menguntukan ini, Dewan Presidium Papua yang diketuai oleh Theys Hiyo Eluay
menyelenggarakan Kongres Rakyat Papua (Mei-Juni 2000)dan menetapakn tanggal 1
Desember (hari berakhirnya pendudukan Belanda 1962) menjadi hari kemerdekaan
Papua Barat.
Selain
penilaian bahwa kebijakan Gus Dur Kontroversial, berkembang pula pendapat bahwa
kebijakan Gus Dur dianggap berjalan sendiri tanpa mau menaati aturan
ketatanegaraan, termasuk di dalamnya urusan protokoler. Segala persoalan
diselesaikan Gus Dur berdasarkan bisikan kerabat dekatnya, bukan menurut aturan
konstitusi negara. Dalam suasana sikap pro dan kontra masyarakat atas
kepemimpinan Gus Dur, muncul kasus Bruneigate. Meskipun tidak terbukti melalui
pengadilan, skandal Bruneigate mengakibatkan kredibilitas rakyat terhadap Gus
Dur semakin turun drastis. Ketua MPR, Amien Rais yang dulu sangat bersemangat
mendukung Gus Dur berbalik arah. Skandal Bruneigate dan pengangkatan wakil
Kapolri, Kamjen (Pol) Chaeruddin menjadi pemangku sementara jabatan kepala
Polri tanpa persetujuan DPR RI telah memicu konflik antara pihak eksekutif dan
legislatif. Puncak kekecewaan DPR terbukti dengan dikeluarkannya Memorandum I
buat Presiden Gus Dur pada tanggal 1 Februari 2001 yang disusul Memorandum II
pada tanggal 30 April 2001. Presiden Gus Dur memang terkenal dengan sikapnya
yang controversial, bukan dating memberi laporan pertanggungjawaban , melainkan
pada pukul 01.05 WIB mengeluarkan Maklumat Presiden yang isinya antara lain membekukan
lembaga MPR dan DPR.
Pada saat yang sama MPR melalui ketua Amien Rais
secara tegas menolak dekrit yang dibuat Presiden Gus Dur. Langkah yang diambil
Gus Dur menjadikan dirinya semakin tidak popular dan mempercepat proses
kejatuhannya dari kursi kepresidenan. Apalagi ternyata dekrit tersebut tidak
mendapat dukungan dari TNI dan Polri.
Puncak jatuhnya Gus Dur dari kursi kepresidenan terjadi ketika MPR atas usulan DPR mempercepat Sidang Istimewa MPR. MPR menilai Presiden Gus Dur telah melanggar Tap No. VII/MPR/2000, karena menetapkan Komjen (Pol) Chaeruddin sebagai pemangku sementara jabatan Kapolri.
Puncak jatuhnya Gus Dur dari kursi kepresidenan terjadi ketika MPR atas usulan DPR mempercepat Sidang Istimewa MPR. MPR menilai Presiden Gus Dur telah melanggar Tap No. VII/MPR/2000, karena menetapkan Komjen (Pol) Chaeruddin sebagai pemangku sementara jabatan Kapolri.
Kemudian Melalui Sidang Istimewa MPR pada 23
Juli 2001, Megawati secara resmi diumumkan menjadi Presiden Indonesia ke-5. Meski
ekonomi Indonesia mengalami banyak perbaikan, seperti nilai mata tukar rupiah
yang lebih stabil, namun Indonesia pada masa pemerintahannya tetap tidak
menunjukkan perubahan yang berarti dalam bidang-bidang lain.
Popularitas Megawati yang awalnya tinggi di mata masyarakat Indonesia,
menurun seiring dengan waktu. Hal ini ditambah dengan sikapnya yang jarang
berkomunikasi dengan masyarakat sehingga mungkin membuatnya dianggap sebagai
pemimpin yang 'dingin'. Sejak kenaikan Megawati sebagai presiden, aktivitas
terorisme di Indonesia meningkat tajam, beberapa peledakan bom terjadi yang
menyebabkan sentimen negatif terhadap Indonesia dari kancah internasional.
Setelah masa pemerintahan Megawati berakhir Indonesia menyelenggarakan kembali
pemilu presiden secara langsung pertamanya.
Megawati menyatakan pemerintahannya berhasil dalam memulihkan ekonomi
Indonesia, dan pada 2004, maju ke Pemilu 2004 dengan harapan untuk terpilih
kembali sebagai Presiden. Ujian berat dihadapi Megawati untuk membuktikan bahwa
dirinya masih bisa diterima mayoritas penduduk Indonesia. Dalam kampanye,
seorang calon dari partai baru bernama Partai Demokrat, Susilo Bambang
Yudhoyono, muncul sebagai saingan Megawati.
Partai Demokrat yang sebelumnya kurang dikenal, menarik perhatian
masyarakat dengan pimpinannya, Yudhoyono, yang karismatik dan menjanjikan
perubahan kepada Indonesia. Pemilihan putaran pertama menyisihkan kandidat
lainnya sehingga yang tersisa tinggal Megawati dan SBY. dan yang memenangkan pemilu untuk periode 2004-2009 adalah SBY, kemudian untuk periode 2009- hingga sekarang pemerintahan juga masih dipegang oleh SBY dan partainya Demokrat.
Sumber :
http://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_Indonesia_(1998-sekarang)
http://estuputri.wordpress.com/2010/05/26/pengertian-sistem-politik/
Budiardjo Miriam. 2009. Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
Rahman A. H.I. 2007. Sistem Politik Indonesia. Yogyakarta ; Graha Ilmu